vote for my story.

by - 2:47 AM

Hi all..

Yesterday I decided to contribute in Ubud writer festival.
I sent one of my short story which I wrote on October 2008 and haven't ever published on any media before.
I attached the story below just in case you can't open the website.
Besides, can you do me a little favour?

Please vote for my story and maybe you can tell your friends about it and ask them to vote too (:

You can vote it by giving thumbs up or thumbs down on this link: http://flashfiction.ubudwriterfestival.com/2010/09/usai-13/

Yes, I'm writting it in Indonesia.
However, you can use google translator if you wanna read it on your own language which is provided on the top of your screen.

Thank you a lot, friends.

Anyway, here's the story for your reference.

Aku takkan pernah melupakan hari ini. Melihat satu-satunya wanita yang kucintai, berjalan perlahan menuju ke altar gereja dengan iringan musik yang sudah sangat tak asing bagi siapapun. Lihatlah dia. Begitu cantik, bersinar, dan sangat anggun. Tak pernah kubayangkan bahwa aku pernah memiliki wanita sehebat itu. Bermimpi pun tidak.

Seluruh umat di Gereja yang mungkin berisi hampir 200 orang itu, tak melewatkan sedetik pun tanpa memandangnya. Para pria tak henti-hentinya memandang dari ujung kaki ke ujung kepala, entah apa yang mereka pikirkan. Jelas, rasanya ingin kubunuh mereka karena rasa cemburu, tapi tak kuingkari bahwa aku bangga pula melihat gadisku begitu dipuja. Sedangkan para wanita memandang dengan tatapan penuh iri, namun mengakui bahwa gadisku memang mengagumkan.

Musik berhenti mengalun. Kini suasana menjadi lebih khusuk dan terasa begitu... magis. Kutatap penuh cinta wanita dihadapanku ini, yang tersenyum dengan manisnya. Sejak dulu hingga sekarang, rasanya tak pernah kulihat senyumnya yang sebahagia ini. Namun, tak kusangkal aku menjadi sedih. Bahagiakah ia sekarang??

“I love you.” bisiknya pelan sambil tersenyum nakal. Ya Tuhan, sejak kapan ia berani seperti itu?
“Kalian siap?” bisik sang Pastur pelan. Aku pun secara otomatis mengangguk kecil.
“Hari ini, dengan kuasa-Nya, kita dikumpulkan untuk bersama-sama merayakan kebahagiaan saudara kita. Maka marilah kita membawanya kedalam doa bersama...”

Doa yang dituturkan oleh sang Pastur rasanya membawa damai yang tak berkesudahan. Tapi hari ini aku tak dapat berkonsentrasi. Aku hanya ingin memandangi wajahnya, senyumnya. Maafkan aku, Tuhan.

Hingga akhirnya, sesi yang dinanti-nantikan semua orang tiba. Membuat jantungku berdegup dua kali lebih kencang. Benarkah ini saatnya?? “Anette Sidharta, apakah Anda menerima Dious Pratama dengan segenap hati Anda?” tanya sang Pastur.

“Ya. Aku menerimanya dengan segenap hatiku.” jawaban Anette terdengar begitu mantap ditelingaku.
“Apakah Anda bersedia menemani Dious Pratama dengan segala kelebihan dan kekurangannya?”
“Ya. Aku bersedia.” jawabnya dengan mantap sekali lagi.
“Apakah Anda bersedia berjanji sehidup semati dalam suka maupun duka hingga maut memisahkan kalian?”
“Ya. Aku bersedia.” dan lagi. Mungkin dua kali lipat lebih mantap.
“Maka dengan ini, kunyatakan kalian berdua sebagai sepasang suami istri yang sah di hadapan Tuhan. Semoga Tuhan selalu memberkati. Silahkan cium pengantinmu.” Pastur pun memberi berkat dihadapanku.

Tapi aku diam saja. Tak beranjak dari tempatku yang hanya berjarak 1 meter dari tempatnya. Aku tahu, aku tak bisa dan tak berhak mencium Anette meski aku ingin. Hatiku senang melihat Anette akhirnya bisa melupakanku, meski memang masih ada bagian terdalam hatiku yang tak rela. Menemukan cinta lain dalam diri Dious yang mungkin berbeda dengan cinta yang kutawarkan, tapi sama-sama membuat Anette bahagia. Aku melihat perbedaan dalam diri Anette. Begitu lepas dan bahagia. Terima Kasih Tuhan, karena telah memberiku beberapa menit untuk datang ke rumahMu di dunia ini. Untuk menyelesaikan satu tugas terberatku. Melepas Anette.. karena aku yakin saat ini ia BAHAGIA. Bersama Dious.

You May Also Like

0 shoutouts